Menengok Kondisi Jalanan Brunei Darussalam yang Nyaris Tak Ada Motor
Budi Santoso
Kamis, 15 Juni 2023 12:27:39
Kemakmuran di Brunei Darussalam pada akhirnya juga membuat warganya tidak begitu menyukai sepeda motor. Sebagian besar wargannya lebih memilih membeli mobil.
Cerita soal ini disampaikan Yuli warga Bengkulu yang bekerja sebagai sopir bus di Brunei Darussalam. Yuli mengaku ’baru’ 17 tahun hidup di Tutong, Brunei, sejak masih muda.
Setelah berganti-ganti pekerjaan, sejak 4 tahun terakhir dirinya bekerja sebagai sopir bus. Di hari-hari biasa dirinya mengantar jemput anak sekolah.
Baca: Menikmati Panorama Sungai Tutong Nan Elok di Brunei DarussalamMenurut Yuli, warga di Brunei setiap keluarga memiliki banyak mobil. Mereka memilih mobil ketimbang sepeda motor, karena cuaca panas di Brunei.
Hal inilah yang pada akhirnya jalan-jalan besar yang beraspal mulus di Brunei nyaris tidak ada sepeda motor yang lewat. Justru jalanan dikuasai mobil-mobil dari berbagai jenama.
”Ada sih sebenarnya yang punya sepeda motor. Tapi sangat jarang. Warga di sini lebih memilih mobil. Nggak kuat panas,” ujar Yuli menjelaskan.
Masih menurut Yuli, Brunei memiliki kekayaan alam melimpah berupa minyak dan gas alamnya. Dari sinilah warga mereka hidup makmur, karena semua disubsidi oleh kerajaan.
Masih berkait dengan soal mobil, di Brunei para pengguna jalan juga sangat patuh dan hati-hati. Bagi orang Indonesia, perilaku berkendara mereka bahkan mungkin bisa dibilang ‘aneh’.Bagi orang Indonesia, cara berkendara sebagian besar warga Brunei mungkin bisa membuat kesabaran habis. Untuk masuk jalur jalan raya misalnya, sopir di Brunei tidak berani asal nyelonong.Tidak heran, jika untuk masuk jalur saja butuh bermenit-menit, dan sopir-sopir di Brunei begitu sabarnya. Baru setelah jalur benar-benar kosong, mobil dijalankan. Bahkan bunyi klakson mobil juga ‘nyaris’ tidak terdengar di jalanan.Masyarakat di Brunei memang sangat patuh dengan aturan berkendara atau hukum yang diberlakukan. Bahkan tingkat kejahatan di Brunei juga disebut sangat rendah.”Orang-orang disini sangat patuh untuk urusan lalu lintas. Soalnya dendanya cukup mahal. Tidak pakai sabuk pengaman misalnya, di sini bisa kena denda 150 dolar,” ujar Yuli memberikan contoh.150 dolar Brunei jika dirupiahkan nilainya sekitar Rp 1,5 juta. Bagi warga Brunei mungkin jumlahnya biasa. Namun bagi sebagian kaum migran dari Indonesia, jumlah itu tetaplah sebuah nilai yang besar.

Editor: Zulkifli Fahmi
Murianews, Tutong – Meskipun merupakan negara kecil, Brunei Darussalam dikenal sebagai salah satu negara kaya di Asia. Sehingga mereka mampu membangun infrastruktur transportasi yang sangat baik.
Kemakmuran di Brunei Darussalam pada akhirnya juga membuat warganya tidak begitu menyukai sepeda motor. Sebagian besar wargannya lebih memilih membeli mobil.
Cerita soal ini disampaikan Yuli warga Bengkulu yang bekerja sebagai sopir bus di Brunei Darussalam. Yuli mengaku ’baru’ 17 tahun hidup di Tutong, Brunei, sejak masih muda.
Setelah berganti-ganti pekerjaan, sejak 4 tahun terakhir dirinya bekerja sebagai sopir bus. Di hari-hari biasa dirinya mengantar jemput anak sekolah.
Baca: Menikmati Panorama Sungai Tutong Nan Elok di Brunei Darussalam
Menurut Yuli, warga di Brunei setiap keluarga memiliki banyak mobil. Mereka memilih mobil ketimbang sepeda motor, karena cuaca panas di Brunei.
Hal inilah yang pada akhirnya jalan-jalan besar yang beraspal mulus di Brunei nyaris tidak ada sepeda motor yang lewat. Justru jalanan dikuasai mobil-mobil dari berbagai jenama.
”Ada sih sebenarnya yang punya sepeda motor. Tapi sangat jarang. Warga di sini lebih memilih mobil. Nggak kuat panas,” ujar Yuli menjelaskan.
Masih menurut Yuli, Brunei memiliki kekayaan alam melimpah berupa minyak dan gas alamnya. Dari sinilah warga mereka hidup makmur, karena semua disubsidi oleh kerajaan.
Masih berkait dengan soal mobil, di Brunei para pengguna jalan juga sangat patuh dan hati-hati. Bagi orang Indonesia, perilaku berkendara mereka bahkan mungkin bisa dibilang ‘aneh’.
Bagi orang Indonesia, cara berkendara sebagian besar warga Brunei mungkin bisa membuat kesabaran habis. Untuk masuk jalur jalan raya misalnya, sopir di Brunei tidak berani asal nyelonong.
Tidak heran, jika untuk masuk jalur saja butuh bermenit-menit, dan sopir-sopir di Brunei begitu sabarnya. Baru setelah jalur benar-benar kosong, mobil dijalankan. Bahkan bunyi klakson mobil juga ‘nyaris’ tidak terdengar di jalanan.
Masyarakat di Brunei memang sangat patuh dengan aturan berkendara atau hukum yang diberlakukan. Bahkan tingkat kejahatan di Brunei juga disebut sangat rendah.
”Orang-orang disini sangat patuh untuk urusan lalu lintas. Soalnya dendanya cukup mahal. Tidak pakai sabuk pengaman misalnya, di sini bisa kena denda 150 dolar,” ujar Yuli memberikan contoh.
150 dolar Brunei jika dirupiahkan nilainya sekitar Rp 1,5 juta. Bagi warga Brunei mungkin jumlahnya biasa. Namun bagi sebagian kaum migran dari Indonesia, jumlah itu tetaplah sebuah nilai yang besar.

Editor: Zulkifli Fahmi